Kamis, 31 Mei 2012

Jujur Redupkan Reputasi?

Sabtu 26 Mei kemarin hasil UNAS SMA serentak diumumkan di seluruh nusantara. Bisa ditebak, rasa syukur tak henti dilantunkan karena 100% Smalane kelas XII lulus dengan nilai yang memuaskan. Namun esok harinya, para Smalane mulai dari guru hingga murid-muridnya dibuat gerah. Penyebabnya, satu headline di sebuah surat kabar ternama di Indonesia ini cukup menohok sekolah-sekolah yang selama ini dikenal memiliki prestise yang tinggi, tak terkecuali SMAN 5 Surabaya; “Sekolah Reguler Kalahkan RSBI”. Ada apa?
Tahun ini, nilai UNAS tertinggi memang didominasi oleh sekolah reguler yang bahkan reputasinya saja jauh jika dibandingkan dengan sekolah-sekolah RSBI. Namun fakta di lapangan berkata lain. Tak urung, para Smalane yang sudah menggelegak ubun-ubunnya pun tak sungkan mengatakan bahwa meskipun peringkat mereka bukan yang terbaik, setidaknya nilai itu didapatkan dengan cara yang jujur, murni berasal dari kerja keras dan kemampuan mereka.

INTENSIF : Potret siswa yang sedang mengerjakan latihan soal (als)

“Namun jika dicermati tiga tahun ini, SMAN 5 nyaris tak pernah berada lagi di peringkat 1.”

Sebaris kalimat dalam artikel surat kabar tersebut seolah menegaskan bahwa UNAS masih menjadi tolok ukur bagi pemerintah maupun media untuk menilai tingkat keberhasilan suatu sekolah. Yang menjadi kontroversi adalah apakah dengan adanya fakta bahwa menjauhnya Smala dari peringkat atas nilai UNAS menunjukkan kualitas Smala yang menurun pula?
Kalau kita memang memiliki kemampuan yang maksimal, kita pasti bisa membuktikan bahwa bocoran sehebat apapun tidak akan menggoyahkan reputasi kita sebagai sekolah terbaik. Nyatanya meskipun kita jujur, toh mau tidak mau kita harus mengakui bahwa kemampuan kita yang jujur itu terbukti masih di bawah mereka yang tidak jujur,” – Bu Mei (Rabu, 30 Mei 2012; saat pembelajaran Geografi di X-2)
Pendidikan dan media boleh jadi saling tutup-menutupi, berlomba menyorotkan lampu spotlight pada satu objek yang sedang layak tonton sementara banyaknya cacat proses belajar-mengajar yang lain disembunyikan di dalam gelapnya panggung pendidikan. Nilai UNAS yang begitu tinggi dan prosentase kelulusan yang nyaris 100% di Surabaya menggelapkan kenyataan bahwa joki dan bocoran soal masih berkeliaran di detik-detik menjelang UNAS setiap tahunnya. Namun kita patut berbangga, karena jumlah siswa Smala penerima SNMPTN Undangan termasuk kedua yang tertinggi di Surabaya dengan total 53 siswa. Tak tanggung-tanggung, berbagai fakultas dengan passing grade tertinggi seperti FK UI, FK UA, FTI ITB, dan FTTM ITB berhasil diraih oleh mbak-mas Smalane kelas XII. Dengan kejujuran, mereka membuktikan bahwa kualitas mereka tak hanya terbatas UNAS, melainkan persaingan dengan ribuan calon mahasiswa Indonesia lainnya untuk menempati bangku di berbagai universitas bergengsi.
Tinggal kita sebagai Smalane yang akan membuktikan, apakah integritas dan kejujuran kita mampu menggeser anggapan bahwa bertindak jujur saat UNAS tak akan mendapat peringkat tinggi baik di tingkat kota, provinsi, maupun nasional. Di zaman sekarang, bertindak jujur layaknya berjudi dengan nasib—kita tak tahu apakah kebaikan yang kita pertaruhkan itu akan menuai buah yang manis ataukah menjadi bumerang yang siap menyerang kita setelahnya. Namun dengan kejujuran, pada akhirnya kitalah yang kemudian akan mampu menyanyikan lagu 'Smalane suci dalam pikiran, Smalane benar jika berkata,  Smalane tepat dalam tindakan, Smalane dapat dipercaya' sambil tersenyum penuh kebanggaan. (cay)

Rabu, 30 Mei 2012

Telah Siapkan yang Lain dari yang Lain


Menjadi seorang dancer bukanlah hal yang mudah. Latihan dance bisa dibilang sangat melelahkan karena harus melakukan gerakan-gerakan yang membutuhkan energi yang cukup banyak. Selain itu, juga diperlukan power dan keluwesan setiap melakukan gerakan dalam menari. Apalagi jika hal-hal tersebut harus diiringi dengan belajar yang seimbang.  

Hal tersebut juga dirasakan oleh SDC atau Smala Dance Crew, salah satu SS di SMAN 5 Surabaya yang berkecimpung dalam hal tari modern. Kali ini, SDC ikut mengukir nama Smala dalam kejuaraan DBL 2012. Tak mau kalah dengan tim basket Smala yang telah masuk babak Big Eight, SDC ikut berhasil memasuki babak Top Ten Dance Competition DBL 2012.

SDC yang sukses mempertahankan prestasi mereka  tahun lalu mengaku awalnya sempat merasa kurang percaya diri. “Awalnya kita agak pesimis, tapi senang juga masih bisa masuk Top Ten. Yang penting nggak boleh puas dulu karena masih ada langit di atas langit.” ujar Hanun Ariibah kelas X-8, salah satu anggota SDC, saat ditanyai akan perasaannya dapat memasuki babak Top Ten.

SDC yang akan berjuang dalam babak Top Ten Dance Competition DBL  2012 (mfa)

“Karena penilaiannya itu berdasarkan penampilan pertama, walaupun penampilan berikutnya ikut mempengaruhi. Padahal penampilan pertama kita kurang memuaskan.  Alhamdulillah sekali kita tetap bisa masuk.sahut Bethari Bintang kelas X-6 yang juga merupakan salah satu anggota SDC menambahkan.

            Di balik kesuksesan mereka ini, tentu saja penuh dengan segala perjuangan keras. Latihan rutin setiap hari mulai pukul lima sore hingga sembilan malam giat mereka lakukan. Mereka bahkan rela mengorbankan jam pelajaran demi berlatih untuk kejuaraan tersebut. “Selama bisa bagi waktu sih bukan masalah. Selain itu SDC bagiku juga olahraga sehari-hari karena membuat aku tetap fit.” tukas Camilla Amanda kelas XI Akselerasi.

 Meski begitu, meninggalkan pelajaran bukan alasan bagi mereka untuk melalaikan tugas sebagai pelajar.Demi menyiasati masalah tersbebut, di sela-sela latihan mereka seringkali belajar bersama untuk mengejar ketertinggalan di sekolah.

Soal konsep untuk babak Top Ten, SDC masih merahasiakannya. “Lihat saja penampilan kami tanggal 2 Juni nanti, ya! Akan ada penampilan yang lain dari pada yang lain, pokoknya harus nonton.” kata Rezza Nadear kelas XI IA 5, sengaja membuat penasaran. (mir/tio)

Selasa, 29 Mei 2012

Abstrak, Sejuta Makna


Seni—satu kata yang mengandung banyak arti di dalamnya. Dan ketika arti-arti itu dijabarkan, bisa jadi terlalu sederhana, atau justru menjadi kompleks.

Mengutip dari Wikipedia, seni adalah proses dari manusia dan merupakan sinonim dari ilmu. Tak jauh berbeda dengan pendapat Bapak Fisika Dunia, Albert Einstein, yang menyatakan bahwa seni adalah sebuah cabang dari pohon yang juga memiliki dua cabang lainnya, yakni agama dan ilmu pengetahuan. Sedangkan pada waktu yang berlainan dalam film Midnight in Paris, Gertrude Stein (Kathy Bates) mengatakan bahwa seni ada sebagai penawar racun bagi kekosongan dalam jiwa seseorang.

Lalu, bagaimana dengan seni di mata Smalane?

Karya dari hasil luapan emosi seseorang.” –Antania XI IA 9, Kordiv Layouting SS Joer-V

Cinta. Seni dari hati. Kalo hati tidak beres, seni tidak beres.” –Bianda, Ketuas SS Karawitan

Seni itu ekspresi orang yang sifatnya abstrak tapi indah. Yang muncul pertama kali saat denger kata seni itu.. Bakat, keterampilan, hasil karya.” –Valmay X-7, anggota SS Tari


Seni itu sesuatu yang indah, yang bisa dinikmati. Jujur aja kalo denger kata seni, yang ada di pikiranku saat itu lukisan.” -Shafira Aulia XI IA 5, Ketua SS Tetris.

 Setiap orang punya pandangan yang berbeda-beda terhadap seni. Seni sendiri sulit jika harus didefinisikan, ia mempunyai banyak makna tergantung dari mana kita melihatnya. Bahkan seni itu tergolong sulit untuk dinilai karena setiap individu punya rasa sendiri-sendiri terhadap suatu hasil karya. Namun, dari seni pulalah kita belajar banyak hal. Keindahan, ekspresi diri, kepekaan, dan kreativitas adalah beberapa hal yang kita dapatkan saat kita belajar seni. Setiap detik kehidupan kita juga tidak jauh-jauh dari yang namanya seni. Lalu apakah Smalane sudah menemukan makna sesungguhnya dari satu kata sederhana ini?
           
  Ada satu pernyataan menarik dari seorang Smalane, Deafitri Puspitasari X-9, yang berpendapat bahwa seni di Smala masih belum berkembang dengan baik. “Kebanyakan masih mementingkan hal-hal di bidang akademis. Seni itu cuma jadi bahan dalam pelajaran, di luar itu masih kurang,” ujar salah satu anggota PSGS yang pandai bermain piano ini. Nah, bagaimana menurutmu? Apakah kita memang belum mengembangkan seni dengan baik? Kalau belum, yuk kita mulai dari sekarang! (ars/nla)


Sosok Smalane Lain di Masjid



Ketika semuanya sedang sibuk-sibuknya pulang, seorang siswi penghuni kelas X-6 bernama Elvia malah sedang asyik-asyiknya menyapu Masjid An-Nuur bagian akhwat. Wah, terpuji sekali ya salah satu Smalane ini yang begitu semangatnya menjaga kebersihan di masjid Smala. “Itu sih udah biasa soalnya nggak srek gitu kalo liat masjid kotor,” kata siswa yang menjadi korbid di salah satu acara SSKI, Aladdin 2012.
Kegiatan membersihkan masjid Smala ini sudah menjadi tugas para pengunjung masjid itu alias Smalane. Tak perlu harus mengepel seluruh masjid, cukup menata rukuh yang dipinjam apabila tidak membawa dengan rapi dan tersusun kembali seperti semula. Para pengurus SSKI di divisi Kemasjidan sudah memiliki trik tersendiri untuk menjaga masjid An-Nuur tercinta tetap rapi dan memiliki banyak pengunjung tiap harinya. Tidak harus menjadi pengurus SSKI untuk mau menjaga masjid kita, cukup selalu menjadi Smalane yang cinta kebersihan di setiap saat saja sangatlah cukup.
Jiwa sosial Smalane pun muncul ketika melewati sebuah kotak infaq berwarna kuning dengan ukuran yang lumayan besar di masjid. Alhamdulillah, masih ada yang peduli. Termasuk juga Elvia. Dengan spontan, ia mengeluarkan beberapa uang dan memasukkannya ke dalam kotak tersebut. “Mumpung kantong masih ada isinya, kenapa nggak dipake buat berbagi sama yang lain?” tutur Elvia dengan bijaksana. “Lagipula diatasnya juga ada poster yang menarik yang bikin kita tergerak buat beramal. Jadi tambah pingin berbagi,” tambahnya. Luar biasa bukan?
Sudah beramalkah kalian hari ini? (dsp)
 Banyak sekali poster, slogan, dan beragam hasil karya tangan Smalane sendiri untuk saling mengingatkan satu sama lain. Namun, tanpa adanya niat awal dan kesadaram dari tiap-tiap insan, sebuah perbuatan baik pun tak akan terlaksana. Seperti sebuah kutipan salah satu buku menarik, “Beramal takkan kan mengurangi jumlah kekayaan duniamu. Justru dari hal kecil itu, kekayaanmu akan bertambah di dunia maupun di akhirat.” (chr/dnf)

INFAQ: Meskipun sederhana namun berarti. (dsp)



Elvia membersihkan masjid An-Nuur. (dsp)


Sabtu, 26 Mei 2012

Hari demi Hari Menuju UAS


DEMI UAS: Seorang Smalane sibuk mencari jawaban soal P3A (ram)

Ulangan Akhir Semester (UAS) hanya tinggal menghitung hari. Tantangan UAS ini cukup berat bagi Smalane, karena materi yang diakumulasi dari semester pertama hingga akhir, Standar Kelulusan Minimal yang dinilai cukup tinggi, serta bertepatan dengan penjurusan bagi kelas X. Apakah Smalane sudah siap menghadapi tantangan UAS kali ini? Lalu apa saja yang perlu disiapkan?
Tidak semua Smalane siap menghadapi ulangan yang menentukan kenaikan kelas ini. Dari 10 Smalane yang diambil secara acak, 7 menyatakan optimis berhasil dalam UAS ini. Salah satunya, Priskila Kurniandini dari kelas X-3. Siswi yang akrab disapa Kiki ini mengaku sudah cukup menguasai materi. “Sudah lumayan, sih, materi yang dikuasai,” ujarnya. Tidak hanya optimis, ia juga memiliki target tersendiri untuk hal ini. Ia menargetkan untuk memperoleh nilai minimal 85 untuk setiap mata pelajaran. “Nilainya minimal 85. Terus juga pengen nggak remidi, terutama di pelajaran IPA,” ucapnya. Ia mengaku dituntut untuk masuk ke jurusan IPA.
Nah, jika 7 dari 10 Smalane optimis akan berhasil dalam UAS, mengapa masih ada yang pesimis? Sudah banyak materi yang diberikan di sekolah, berbagai latihan soal, program P3A dan muatan lokal. Apa fasilitas ini dinilai masih kurang untuk menyiapkan diri? Atau tidak tahu bagaimana cara yang efektif untuk belajar?
Dedy Aria Aditia dari XI IA 5 mempunyai kiat-kiat tersendiri untuk menghadapi UAS kali ini. “Belajar jauh-jauh hari, usahakan mengulang kembali materi dari bab awal hingga akhir. Jika masih ada yang belum jelas, segera tanya ke guru yang bersangkutan, kapanpun dan di manapun,” tuturnya. Ia juga menyarankan untuk membuat rangkuman materi bila diperlukan, serta mengerjakan soal-soal yang pernah keluar tahun lalu. Selain itu, berdoa juga merupakan hal yang penting. “Dan terakhir berdoa, perbanyak ibadah, minta restu ke orang tua. Insya Allah itu cukup,” tulisnya.
Gimana, Smalane? Masih pesimis untuk menghadapi UAS? UAS itu mudah, kok! Tinggal bagaimana cara kita mengatur waktu, menyusun trik belajar, menyiapkan mental, dan berdoa. Jika yang lain sudah optimis, mengapa masih ada yang pesimis? Toh, kita sudah pernah mengalami UAS berkali-kali sebelumnya. Yang penting, kuatkan motivasi kita dan tetap semangat! (ram/dia)

Jumat, 25 Mei 2012

Pelajaran Bahasa di Mata Si Kembar, Dini dan Dina


Si kembar Dina dan Dini kelas XI- aksel. (ayr)
                        “Pelajaran bahasa ini adalah pengalaman baru yang berharga.” ujar Sang kakak, Adinda Ayu Dyah Rahadini atau Dini, saat ditanya mengenai perasaannya kala menjumpai pelajaran bahasa di SMA Negeri 5 Surabaya. Tak berbeda dengan kakaknya, Adinda Ayu Dyah Rahadina atau Dina, juga merasa hal yang sama. Si kembar asal Jember ini menjadi siswa di SMA Negeri 5 Surabaya sejak November 2011 dan kini berada di kelas XI Akselerasi. Pada awal registrasi siswa pindahan, mereka dihadapkan pada tiga pilihan bahasa, Jerman, Jepang, dan Mandarin. Keduanya dengan mantap memilih Jerman. “Sejak awal memang sebenarnya sudah tertarik ke Jerman, nggak tau kenapa.” jelas Sang adik yang biasa disapa Dina.
                        Jika saat ini banyak siswa kelas X yang minatnya mulai berkurang dalam mengikuti pembelajaran pelajaran bahasa, hal ini sangat berbeda dengan anggapan Dini dan Dina, mereka sangat excited dan menganggap penting pelajaran tersebut. Berbagai upaya pun dilakukan agar bisa mengikuti pelajaran bahasa dengan baik. “Ya karena kami masuk Smala ini waktu pelajarannya uda di tengah-tengah, kami berusaha memahami sendiri. Tapi karena nggak mudeng-mudeng akhirnya kami les di bimbingan Bahasa Jerman. Biar lebih mudah dan ngejar ketertinggalan kami.” jelas Dini.
                        Menurut mereka, ada aspek yang perlu dibenahi dalam pembelajaran pelajaran bahasa di SMA Negeri 5 Surabaya yaitu cara pembelajaran yang digunakan. “Disekolah memang mudeng, tapi cuma sedikit. Kalau di les-les-an itu lebih enak. Ada speaking writing, sama listening gitu. Jadi lebih menyenangkan.” papar Dina. mereka berharap agar ada inovasi-inovasi baru yang lebih variatif agar proses pembelajaran terasa lebih menyenangkan. Walaupun cara pembelajaran di sekolah tidak semenarik di tempat les mereka, mereka tetap mengapresiasi penuh pelajaran bahasa di Smala dan tidak pernah menyesal mendapatkan pelajaran bahasa.
                        Selain minat yang berkurang, banyak dari siswa kelas X yang ingin pindah dari pelajaran bahasanya. Hal ini disebabkan karena ada bahasa lain yang dianggap lebih menarik dibanding bahasa yang sedang dipelajari kini. Namun, dimata kembar identik ini, bahasa yang dipilih mereka sudah tepat dan mereka yakin bahwa pelajaran bahasa ini kedepannya pasti akan berguna bagi kehidupan mereka. Saran dari Dina dan Dini bagi SMA Negeri 5 Surabaya terutama dalam berlangsungnya pelajaran bahasa adalah dengan ditambahnya inovasi-inovasi baru yang bisa ditambahkan dalam proses pembelajaran pelajaran bahasa agar siswa tidak merasa jenuh dan bosan. Selain itu, diharapkan guru pengajar lebih friendly terhadap muridnya dan hendaknya sebagai murid, kita mencintai pelajaran tersebut agar mampu memelajarinya dengan baik. “Percayalah pasti suatu saat nanti ilmu bahasa ini akan ada gunanya.” ucap Dini diikuti anggukan kecil sang adik. (miw/acr)

Kamis, 24 Mei 2012

Education? Should've Been Fun!

Sepasang remaja tampak akrab satu sama lain, seolah meniadakan fakta bahwa tempat ini bukanlah daerah asal mereka. Kombinasi warna kulit yang kontras—yang satu pucat dengan bintik-bintik khas ras Kaukasia dan satunya lagi gelap cenderung sawo matang—tak membuat mereka risih ataupun canggung. Brooke dan Kelly, salah dua dari belasan peserta pertukaran pelajar dari Tranby College yang sejak seminggu kemarin mengikuti pembelajaran di SMAN 5 Surabaya kini berbagi kisah dan isi kepala mereka mengenai apa yang selama ini belum terlintas di pikiran kita mengenai pendidikan di Indonesia.

What motivates or encourages you to have an experience here?
Kelly: “I just love to learn the language.”
Brooke: “I love learning cultures, and I just want to have new experiences. It’s nice to visit Indonesia, anyway.”

What’s the biggest difference between education here and in Australia?
Kelly: “The subject, I think. In Australia we only have 6 subjects and we’re really focused on it while you have too many subjects that you have to learn. And the time you spend at school is too long that it'll bore the students. Learning should've been fun for us, right?”

What’s the difference between Indonesia’s students and Australia’s?
Brooke: “The responsibility of the students. Every student works very hard in doing their tasks but it seems like they don’t really enjoy it. The teachers also expect too much from their students.”

What do you enjoy the most while you’re in Smala?
Kelly & Brooke: “The people; they all are really nice and friendly. The canteen and the library are also very good.”

The last question; if you had a chance to meet our Minister of Education, what would you say to him?
Brooke: “I’d suggest him to start school not this early. It’d be nice to start at 7.30 or 8 o’clock, maybe. So the students will have more time to finish the homework and have more social life.”

                Dari perbincangan dengan dua pelajar Australia ini bisa kita ambil kesimpulan bahwa sistem pendidikan di Indonesia yang mengedepankan kuantitas subjek pembelajaran masih lebih diutamakan daripada kualitas pembelajaran itu sendiri. Sangat disayangkan memang, padahal sumber daya manusia di Indonesia sebenarnya tidak kalah dengan negara-negara Eropa atau Amerika. Hanya saja, kita kurang fokus dalam mempelajari hal-hal yang sesuai dengan minat kita sehingga kemampuan kita tidak bisa berkembang secara maksimal. Semoga dengan melihat sisi lain pendidikan dari sudut pandang yang berbeda ini, kita mampu memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia di masa depan.
                Dan sebelum mereka bertolak kembali ke Australia, inilah kegiatan terakhir mereka di Smala yang khusus diadakan oleh Pararela. Such a good time with you all, Tranbiers! (cay)

ANTUSIAS : Brooke (tengah) dan Kelly (kanan) saat belajar medis dengan Pararela (als)

AKRAB : Foto bersama, kolaborasi siswa Tranby College dan SMAN 5 Surabaya (als)

MENARIK : Siswa Tranby College saat diajak bermain kereta buta (als)

Rabu, 23 Mei 2012

Tak Kenal Kata Menyerah


Walaupun jalan mulus tak selalu dilalui tim basket Smala, tekad mereka untuk meraih juara pertama Honda Development Basketball League (DBL) 2012 East Java Series - North Region tak main-main lagi. Senin kemarin (21/5) para pemain tengah melakukan research terhadap tim lawan yang akan mereka hadapi di babak sweet sixteen yang akan datang.
            “Research dapat membantu kami dalam menentukan kelemahan dan kelebihan lawan, serta sebagai bahan pertimbangan strategi apa yang akan kami lakukan untuk memenangkan pertandingan.” ujar Alfian Rachmat selaku head coach SMAN 5 Surabaya.
Selain melakukan research, para pemain juga berlatih secara rutin dua kali seminggu setiap hari Rabu dan Sabtu. Itu pun belum termasuk hari-hari latihan tambahan, yaitu hari Selasa, Jumat, dan Minggu. Mereka juga menjaga kesehatan dan kondisi tubuh dengan baik melalui istirahat yang cukup dan tidak minum es atau makan makanan pedas.
Tim basket Smala yang sedang melakukan latihan rutin (mfa)
Ujian Akhir Sekolah yang tinggal menghitung hari tak menjadi pantangan bagi mereka. “Kalau aku sih yang penting harus tau prioritas dan harus bisa fokus. Contohnya kalau lagi belajar ya fokus sama pelajaran, kalau lagi latihan ya fokus basket dulu. Semuanya dibuat enjoy aja.” ujar Veikha Fakhriya X-5 yang merupakan guard tim basket putri Smala.
            Meski banyak pantangan menghadang, termasuk jadwal bertanding di DBL yang kemungkinan besar akan bertabrakan dengan jadwal UAS, tak membuat mereka patah arang sedikitpun. Hal ini memang sangat cocok dengan kepribadian seorang Smalane, selalu bekerja keras dan tak mau setengah-setengah. (mir/tio)

                

Selasa, 22 Mei 2012

Apresiasi Seni Lewat Galeri

Lukisan, nirmana, poster, dan gelas-gelas hias adalah beberapa barang yang sering kita lihat di ruangan ini. Tempat ini menjadi salah satu penghubung antara sisi Smala bagian selatan dengan bagian utara. Ya, galeri kesenian. Lalu bagaimana awal munculnya galeri kesenian ini?
            Pak Kushardiman selaku guru kesenian di Smala mengungkapkan bahwa dulunya galeri kesenian ini adalah ruang keuangan. Karena belum memiliki tempat untuk memamerkan karya seni siswa, Pak Suhariono, yang sebelumnya merupakan kepala SMAN 5 Surabaya, memutuskan untuk mengalih fungsikan ruang keuangan sebagai galeri kesenian.


Pak Kushardiman saat ditemui di pendopo kecil (22/5) (tir)
            “Sekitar satu atau dua tahun yang lalu,” ujar Pak Kus saat ditanya mengenai waktu diubahnya ruang keuangan menjadi galeri kesenian.
            Tujuan dibuatnya galeri ini tentunya adalah untuk memamerkan hasil karya seni siswa sehingga dapat diapresiasi, namun ternyata tidak semua hasil karya dapat dipamerkan di ruangan ini. Hanya yang mendapat nilai di atas 90 yang dipamerkan di sana.
            “Sebelum rapotan rencananya akan diseleksi mana yang akan dipamerkan dan mana yang akan dikembalikan kepada siswa untuk dibawa pulang,” ungkap Pak Kus.
            Guru yang mulai mengajar pada tahun 2008 ini, berharap akan adanya bantuan dari pemerintah untuk membangun galeri yang tertutup sehingga hasil karya dapat terjaga dengan baik. Selain itu Pak Kus juga berharap agar galeri tersebut dapat menyimpan hasil karya seni digital.
            “Saya sering memamerkan video iklan karya kelas 10 yang berdurasi 1,5 menit pada saat MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) Seni. Makanya kalau ada karya seni digital yang dipamerkan di galeri kesenian pasti akan lebih menarik,” saran Pak Kus.
            Pak Kus dengan bangga mengungkapkan bahwa Smalane tidak hanya antusias dalam pelajaran seni dari sekolah namun juga ekstrakurikuler seperti PSGS dan Tetris. “Tidak hanya image eksak, di dunia seni juga tidak boleh kalah,” tutur Pak Kus mengakhiri pembicaraan kami (Tim Joer-V) siang itu (22/5). (ars/nla)

Sunat Boy Siap Meriahkan SENYUMAN 2012


Smala terkenal dengan berbagai kegiatan dan kepanitiaan yang dan diurus oleh siswanya sendiri. Setiap kegiatan diadakan dengan berbagai tujuan yang berbeda. Nah, baru-baru ada satu lagi kepanitiaan di Smala yang tertunya membuat beberapa siswa yang merupakan pengurus kepanitiaan tersebut menjadi lebih sibuk. Nama kegiatan tersebut adalah SENYUMAN 2012.
Apakah SENYUMAN itu? SENYUMAN sendiri merupakan singkatan dari Senangnya Umat Berkhitan, yaitu acara khitanan massal yang diadakan oleh SMAN 5 Surabaya. Tentu saja, kegiatan yang berlandaskan sosial ini dimotori oleh Sekbid II OSIS SMAN 5 Surabaya yang tergabung dalam Tim Sosial. Setelah mematangkan konsep acara, Timsos segera open recruitment untuk menentukan panitia SENYUMAN. Yang membedakan dari kepanitiaan lain sebelumnya, panitia SENYUMAN dikhususkan untuk siswa kelas X saja.
Acara yang rencananya diadakan tanggal 1 Juli mendatang ini bertujuan untuk membantu sesama. “Selain itu dengan adanya kegiatan ini, pasti bisa menumbuhkan hasrat untuk berbuat baik. Kan sekarang ini semaikin jarang diadakan kegiatan sosial,” ujar ketua panitia SENYUMAN 2012, Rizki Nugraha dari kelas X-9. SENYUMAN 2012 menargetkan 100 pendaftar yang diutamakan untuk anak yatim piatu dan anak dari keluarga kurang mampu.
Ada yang membedakan SENYUMAN tahun ini dengan tahun lalu. Di tahun ini, panitia mebuat inovasi dengan memunculkan Sunat  Boy. Mungkin banyak dari kalian yang bertanya-tanya apakah Sunat Boy itu? Jadi, pada hari H acara akan ada 1 panitia yang menggunakan sarung dengan kaos, serta memakai penutup kepala atau helm seperti yang biasa dikenakan oleh badut. Penutup kepala itu bukan penutup kepala biasa, melainkan merupakan imitasi dari emote tersenyum. Sunat Boy seperti menjelaskan bahwa khitan bukanlah sesuatu yang harus ditakuti, seperti kebanyakan mindset anak-anak saat ini. Bahkan tak jarang mereka menangis sebelum dikhitan. Dengan adanya tokoh tersebut, diharapkan dapat mengurangi rasa takut tersebut.
 Ditanya mengenai hambatan dalam mengadakan acara ini, Rizki menyatakan hambatannya adalah respon dan pertimbangan masyarakat. Memang ketika sosialisasi masyarakat memperlihatkan animo dan minat yang tinggi pada SENYUMAN. Tapi tentu saja banyak juga dari mereka yang tidak langsung mendaftar. mereka masih mempertimbangkan izin dari suami, anak, dan berbagai alasan lainnya. Bahkan ada juga yang malas mendaftar ke SMAN 5. “Nah ini jadi tugas buat Humas, bagaimana  masyarakat mendapat info yang sejelas-jelasnya, agar gak ada miss komunikasi dan mereka antusias buat daftar,” ujar Rizki
Suksesnya sebuah acara tentu saja tergantung pada panitia yang menyelenggarakannya. Tapi sebagai Smalane yang baik tidak ada salahnya bagi kita semua untuk membatu mensosialisasikan SENYUMAN 2012 kepada masyarakat agar mendapat peminat yang tinggi. (dnf, chr)


Rakor BPH SENYUMAN 2012 (dsp)


Logo SENYUMAN 2012. (dsp)


Sabtu, 19 Mei 2012

Smart Smalane, Who's Not?

Pintar, cerdas, intelektual... Berbagai istilah tersebut selalu identik dengan yang namanya anak olimpiade matematika, ilmuwan, politikus, ahli pidato, dan semacamnya. Seperti yang kita tahu, di zaman sekarang, generasi muda dituntut untuk menjadi siswa yang pintar di sekolah. Sayangnya, ‘kategori pintar’ di sekolah-sekolah kini hanya difokus utamakan pada kemampuan akademik. Masyarakat juga mengartikan ‘pintar’ sebagai ‘ahli di bidang ilmu pengetahuan’.
Buktinya, jika disuruh menyebutkan tokoh yang ‘cerdas tingkat dewa’, kebanyakan orang akan menyebutkan nama Albert Einstein, James Watt, atau Thomas Alva Edison. Mereka semua memang manusia hebat, namun perlu kita ketahui bahwa orang seperti Michael Jackson juga bisa dikatakan ‘cerdas tingkat dewa’ karena mahakaryanya di bidang musik dan tari. Tak ketinggalan juga Jackie Chan si aktor legenda genre action yang ahli bela diri dan humoris. Itu berarti, kategori pintar tidak hanya patut disematkan pada para ilmuwan, namun juga orang-orang yang ahli di bidangnya masing-masing dan memberikan sumbangsih tak hanya bagi dunia namun juga orang-orang di sekitarnya.  Toh, jika ditelaah lagi, zona kecerdasan manusia tidak hanya sebatas ilmu pengetahuan. Masih ada kemampuan seni, kemampuan olah raga, kemampuan berorganisasi, kemampuan mengendalikan diri, dan sebagainya.
Lalu, bagaimana jika ternyata kemampuan kita ada di luar bidang pelajaran? Smala sudah berusaha memfasilitasi siswa-siswinya yang memiliki bakat non-akademik, namun sayangnya masih belum optimal karena minimnya dana. Bagaimana cara menyikapinya? Amirul Hadi Wibowo dari kelas X-3 memiliki pendapatnya sendiri. “Sekolah-sekolah sekarang memang standar akademiknya bagus, tapi sayangnya bidang non-akademik kayak dipandang sebelah mata. Kalaupun kita punya bakat non-akademik di luar pelajaran sekolah, kita juga harus usaha sendiri karena cara menyalurkannya di sekolah masih kurang. Mau ikut lomba-lomba di luar sekolah, ya, ngurus sendiri,” tutur Amirul. “Memang yang namanya manusia pasti pingin pintar, ya. Kadang aku juga mau dikasih otak yang pintar kayak anak-anak olimpiade. Tapi kalau aku pintar di ilmu eksakta, tapi nggak bisa apa-apa di musik, pasti rasanya hampa juga soalnya jiwaku sudah di musik,” tuturnya. Buktinya, meskipun sekolah terpusat pada pengembangan bidang akademik, Amirul berhasil menyalurkan bakat dan minatnya di bidang musik dengan menjadi personil band Three Trees dan tampil di Rendezvous 2012.
Selain Amirul, masih banyak Smalane lain yang berhasil mengembangkan bakat mereka tanpa melupakan belajar. Kita yang memiliki bakat non-akademik tidak perlu berkecil hati dan sudah sepatutnya mensyukuri kelebihan yang sudah Tuhan berikan pada kita. Jangan merasa bakat kita tersisihkan karena tuntutan standar akademik sekolah, namun jadikan motivasi untuk maju dan berusaha mengembangkannya. Meskipun fasilitas sekolah masih minim, tinggal bagaimana cara kita mengakalinya. Kita bisa mengikuti berbagai kegiatan ekstrakurikuler yang diadakan sekolah, tetap berlatih, dan mengikuti lomba-lomba di luar sekolah untuk membuktikan bahwa kita juga bisa berprestasi dengan keahlian masing-masing. Tak lupa juga, kita tetap mengimbanginya dengan rajin belajar agar tujuan utama kita sebagai pelajar tidak terabaikan. Kini kita sudah tahu, yang namanya pintar tidak hanya dalam bidang ilmu pengetahuan. Masih banyak jalan menuju Roma, bukan?
So, guys... Masih minder? Merasa bakat kalian terabaikan? Nggak perlu lagi! Hanya kalian yang tahu kemampuan diri kalian, maka pelajari dan kembangkanlah. Jangan hanya terpaku dengan kemampuan akademik, karena Smala juga akan dengan senang hati menerima prestasi kalian di bidang non-akademik. Tuhan sudah menciptakan kita semua untuk menjadi pintar di bidang masing-masing.
"Don't be too discouraged. We don't have to try much to be special at something we're not because we are all amazing on our ways!" (dia/ram)

Jumat, 18 Mei 2012

Bilingual Bukanlah Suatu Keharusan


SERIUS : proses pembelajaran di kelas (ayr) 

         
Selama ini, tentu banyak yang mengira bahwa proses pembelajaran di sekolah yang menyandang predikat Sekolah Berstandar Internasional (SBI), harus menggunakan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia atau yang lebih dikenal dengan bilingual.
            “Ya diharuskan toh. Setauku guru-gurunya udah dapat pembinaan dari pemerintah. Dan emang seharusnya pembelajarannya pake bahasa Inggris gitu,” ujar Rossinta Indahsari, salah satu Smalane dari kelas X-1.
            Nah ternyata, persepsi banyak orang mengenai hal ini adalah salah besar. Pada kenyataannya, program yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan ini tidak mengharuskan sekolah yang menyandang predikat SBI menggunakan bilingual dalam setiap proses kegiatan belajar mengajar.
            Seperti yang dikatakan oleh Bapak Abdul Latif, salah satu guru Bahasa Indonesia di SMA Negeri 5 Surabaya, “Sekolah yang bisa mendapatkan predikat SBI adalah sekolah-sekolah yang mampu mengasilkan output-output andalan yang bisa setara dengan output-output di kancah dunia internasional.”
            “Tapi, tidak berarti sekolah SBI harus selalu menggunakan bahasa Inggris saat proses pembelajarannya. Penggunaan bahasa Inggris itu tergantung kemampuan sekolah. Yang penting konten yang diajarkan berstandar Internasional,” lanjut beliau.
            Ya, predikat SBI yang disandang oleh suatu sekolah merupakan tanggung jawab sekolah tersebut untuk mampu menghasilkan output yang berstandar Internasional juga. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan ilmu yang kontennya berstandar Internasional.
            Namun yang lebih ditekankan adalah bagaimana cara agar penyampaian konten tersebut dapat disampaikan secara baik. Nah, agar proses pembelajaran dan penyerapan ilmu berjalan baik, Dinas Pendidikan memberikan kewenangan penuh kepada setiap sekolah yang menyandang predikat SBI untuk memilih bahasa pengantar apa, yang akan digunakan dalam proses belajar mengajar. (acr/miw)


Dengan Hati ala Purwito Subekti

                Gaya berpakaiannya modis, agak tak lazim untuk ukuran seorang guru lelaki. Istilah dalam bahasa Inggris dengan logat yang fasih sesekali dipakainya saat mengajar. Meskipun begitu, tak jarang ia bersenda gurau dengan muridnya menggunakan bahasa sehari-hari, menunjukkan keakrabannya dengan murid yang diajarnya. Begitulah Pak Pur biasa dikenal, guru matematika yang dengan kepandaian dan kepiawaiannya dalam mengajar mampu membuat banyak Smalane lebih cepat memahami angka dan ilmu hitung dengan cara mengajar yang berbeda dengan guru kebanyakan.

SUMRINGAH : Pak Purwito saat diwawancarai (als)
                                                     
Dua tahun mengajar di Filipina ternyata membuat beliau belajar banyak hal, terutama tentang sistem yang disebutnya ‘demokrasi mengajar’. Demokrasi mengajar adalah sistem dimana guru memberi murid kebebasan untuk menyelesaikan suatu soal atau permasalahan dengan cara si murid itu sendiri. “Kan kadang ada guru yang mengharuskan murid untuk memakai cara yang sama dengan guru itu saat mengerjakan soal, kalau saya nggak begitu,” kata Pak Pur.
Menurut beliau, inti dari mengajar sebenarnya adalah proses mentransfer ilmu, dimana guru berperan sebagai alat penstransfer ilmu yang kemudian ilmu itu bisa bermanfaat bagi murid yang menerimanya. Tapi bagi Pak Pur, di dalam sistem pendidikan, sekedar mengajar saja ternyata tak cukup. “Untuk menghadapi dan memahami seorang murid, seorang guru harus memosisikan dirinya setara dengan murid tersebut. Ada kalanya guru menjadi teman, kakak, bahkan orang tua bagi murid. Tapi batasan etika antar guru dan murid tetap harus ada,”
Suka duka selama 22 tahun mengajar di SMAN 5 sudah kenyang dirasakannya. Salah satu pengalaman manis sekaligus menggelikan ia alami saat ulang tahunnya beberapa bulan yang lalu. Saking sayangnya dengan Pak Pur, anak-anak kelas X-3 berencana membuat kejutan untuk beliau. Mereka kompak mengosongkan kelas saat Pak Pur mengajar dan baru masuk bersama-sama sambil membawakan Pak Pur pangsit favoritnya saat beliau sudah masuk kelas dan menyanyikan lagu Happy Birthday. Apa daya, rencana tinggal rencana. Pak Pur terlanjur tersinggung lalu mengunci kelas sehingga anak-anak yang di luar tidak bisa masuk. Begitu bel berbunyi, anak-anak yang sudah terlanjur cemas dengan reaksi Pak Pur ternyata disambut dengan wajah beliau yang cerah ceria sambil mengucapkan terima kasih saat pintu dibuka. 
 “Itu sebenarnya bentuk penghargaan dari murid-murid, ya itu saya syukuri. Cuma caranya saja yang kurang tepat. Kadang anak SMA itu melihat sesuatu yang seru lalu ingin dicoba, tapi yang dihadapi adalah guru. Nah yang seperti itu kan tidak pas,” katanya setengah gemas setengah geli saat ditanya mengenai insiden kejutan ulang tahun untuk beliau yang disiapkan kelas X-3.
Menjadi guru yang difavoritkan banyak siswa, apa resep Pak Pur dalam mengajar agar murid-muridnya cepat paham dengan apa yang ia ajarkan? “Hanya satu. Mengajar dengan hati,” pungkasnya mantap sembari menutup perbincangan kami siang itu. (cay)

Rabu, 16 Mei 2012

Disiplin Pangkal Berhasil


                SMA Negeri 5 Surabaya adalah salah satu Sekolah Menengah Atas terfavorit se-Surabaya, bahkan se-Indonesia. Popularitas Smala tentunya tidak diperoleh secara cuma-cuma. Prestasi demi prestasi akademik  diraih Smala mulai dari ranah lokal hingga internasional. Hal inilah yang membuat Smala menjadi sekolah yang eksistensinya tidak diragukan lagi dimana-mana. Namun, dibalik nama besar Smala akan prestasi akademiknya, Smala ternyata juga memiliki segudang prestasi non-akademik, terutama dalam bidang olahraga.
                Jika selama ini murid-murid Smala dipandang memiliki otak brilian saja, maka hal tersebut salah besar. Mereka juga memiliki banyak sekali potensi dalam bidang olahraga. Olahraga yang selalu dilakukan para murid seminggu sekali dengan porsi 2 jam mata pelajaran itu berlangsung sangat efektif di Smala. Hal-hal kecil seperti masalah seragam hingga ketepatan waktu pun sangat diperhatikan di sini. Contohnya saja, apabila ada murid yang terlambat datang ke lapangan, maka akan dikenai sanksi lari mengelilingi lapangan. 
Siswa Smalane yang sedang olahraga (mfa)
              Kedisiplinan murid-murid Smala memang tak diragukan lagi. Hal itu juga diungkapkan oleh Bu Khurun’in, atau yang biasa dipanggil Bu In, salah satu guru olahraga di Smala. “Hampir seluruh murid di Smala sangat disiplin dalam pelajaran olahraga. Yang saya suka itu mereka juga sangat antusias dalam pelajaran ini dan selalu berlomba-lomba untuk menunjukkan yang terbaik dan maksimal.” ujar guru yang telah mengajar di Smala selama 5 tahun tersebut.
                Berawal dari hal-hal kecil tersebutlah murid-murid Smala dapat mengukir banyak prestasi dalam bidang olahraga. “Kedisplinan itu juga yang telah mengantar murid-murid Smala hingga bisa berpestasi seperti sekarang ini. Prestasi Smala di bidang olahraga banyak sekali, lho! Mulai dari renang, selam, karate, pencak silat, basket, dan masih banyak lagi.” lanjut Bu In penuh kebanggaaan. Wah, ternyata dengan memperhatikan hal-hal kecil tersebut, prestasi-prestasi besar akan lebih mudah kita dapatkan! (mir/tio)

Selasa, 15 Mei 2012

Kesalahan Bagian Dari Seni


               Berjalan di koridor kelas 11 SMAN 5 Surabaya, kita pasti akan melihat satu atau dua meja yang sengaja ditempatkan di luar setiap kelas. Di atasnya, terdapat bermacam-macam karya seni hasil kerja murid kelas 11. Ada ukiran yang terbuat dari silikon, atau mug indah berlukiskan motif-motif cantik dengan warna beragam.



INDAH: Beberapa hasil karya seni dari silikon oleh kelas 11 (tir)

                Karya seni yang dipamerkan itu bukan hanya hasil kerja murid kelas 11, namun juga merupakan inisiatif Muhammad Helmi Al Amri, guru seni rupa kelas 11. “Tulis saja Pak Al Amri, pasti se-Smala tau,” ujar Pak Amri terkekeh. Berasal dari keluarga seniman, tidak heran jika bakat seni mengalir dalam diri beliau. Beliau menyalurkan kecintaannya pada seni dengan cara mengajar.
Mengajak muridnya untuk membuat karya seni lalu dipamerkan di luar kelas memang merupakan inisiatif dari guru yang telah mengajar sejak tahun 1990-an itu. Menurut beliau, seni ada untuk diapresiasi. Merupakan suatu kebanggaan tersendiri jika orang lain dapat melihat hasil karya seni yang telah dibuat. “Jadi murid saya nggak hanya membuat karya seni lalu dibawa pulang, tapi dipamerkan. Supaya orang dapat melihat dan menilai.”

UNIK: Hasil karya seni kelas 11 yang bermacam-macam bentuknya (tir)

Pak Amri juga memuji kepandaian murid-muridnya yang dapat dengan cepat mempraktikkan apa yang telah diajarkannya sehingga menghasilkan karya seni yang sekarang dipamerkan di luar kelas mereka. “Memang ada yang hanya mengejar nilai, tapi nggak papa. Kan nggak semua anak tertarik pada seni,” ucapnya.
Guru yang sedang berulang tahun ini terkadang memberikan materi pelajaran yang berbeda-beda setiap tahunnya. Beliau memberikan tugas sesuai dengan kemauan dan kemampuan siswa sehingga siswa dapat dengan enjoy mengerjakannya. Beliau berharap ke depannya Smalane dapat lebih mampu mengembangkan kreativitasnya dalam berseni.
 Beliau juga berpendapat bahwa cara mengajar guru seni jaman sekarang harus diperbaiki. Terkadang ada guru yang menyalahkan muridnya sehingga membuat murid itu merasa tidak dihargai hasil karyanya. “Dalam seni, nggak ada yang namanya salah. Kesalahan itu bagian dari keindahan,” ujar guru lulusan IKIP Malang jurusan Seni rupa ini, sambil tersenyum. (ars/nla)

Senin, 14 Mei 2012

Kotak Sosial Smala


Beberapa kotak sosial (dsp)
Perasaan ingin untuk berbagi dengan sesama pasti sudah ada di dalam jati diri insan manusia yang beriman. Apalagi para Smalane yang suci dalam pikiran, benar jika berkata, dan tepat dalam tindakan, sesuai yang ada di Mars Smalane sendiri. Nah, yang perlu ditanyakan, bagaimanakah para Smalane ini berbagi?
Untuk inilah hasil dari kotak sosial (dsp)
Jawabannya sudah ada dengan terbentuknya Tim Sosial atau anggota dari Sekbid II OSIS SMAN 5 Surabaya. Dari namanya saja sudah jelas, tim ini memang hobinya melakukan kegiatan yang berbau sosial. Seperti halnya sumbangan, donatur, infaq dan lain sebagainya. Mungkin keberadaan Tim Sosial ini sudah tak asing lagi di wajah-wajah para Smalane, karena memang mereka semua ini rajin sekali datang ke tiap-tiap kelas untuk menitipkan sebuah kotak infaq yang nantinya oleh para Smalane sendiri diisi dengan sejumlah uang yang pastinya dengan sukarela. SSSelema dua bulan sekali, tepatnya pada minggu kedua dan keempat, kotak Timsos selalu bercengkrama di tiap-tiap kelas menunggu jari-jari kecil yang mulia menabung amal melalui sumbangannya untuk akhirat nanti. Dampaknya berpengaruh bersar lho, kawan. Bagi mereka yang awalnya enggan karena jarang melakukan hal ini, lama-lama akan mulai tertarik untuk menyisipkan sebagian uang sakunya ke dalam kotak sosial ini. Dan hasil yang diperoleh dari pengumpulan kotak sosial ini, kabarnya akan disalurkan pada pihak yang memang membutuhkannya, ujar ketua Sekbid II, Rizki Nugraha (X-9)
Maka dari itu, sekedar info saja bagi para Smalane yang ingin terus dan terus beramal, bisa berupa apa saja kok. Barang bekas yang bisa di daur ulang, buku bekas yang sudah tak terpakai atau mungkin baju-bajunya yang waktu kecil sudah kekecilan, monggo dititipkan pada Tim Sosial agar bisa diberikan pada mereka yang memang membutuhkan uluran tangan dari kita. Jika bukan kita yang bertindak, siapa lagi? (chr/dnf)
Smalane pun semangat untuk mengisi kotak sosial (dsp)